Minggu, 03 April 2016

Sejarah Penemuan Eksponen

Kita mengenal eksponen pertama kali di bangku SMP, mungkin beberapa dari sobat hitung sudah mengenalnya dari sejak bangku sekolah dasar. Eksponen melambangkan sebanyak berapa sebuah angka dikalikan dengan dirinya sendiri. Jika sobat punya 3 kali 3 sama dengan 9. Dalam bentuk eksponen adalah 32 . Angka 2 (uppercase ) disebut dengan eksponen dan angka 3 disebut dengan angka dasar. Sejak kapan sebenarnya eksponen ditemukan? Bagaimana sejarah penemuan eksponen?
Jika dilihat dari asal katanya eksponen berasal dari dua suku kata dari bahasa lain “ Expo ” dan “ Ponere “. Expo berarti berasal atau dari dan ponere tempat dia sendiri. Penggunaan kata eksponen dalam matematika modern tercatat pertama kali dalam buku “Arithemetica Integra” yang ditulis oleh seorang ahli matematika asal inggris bernama Michael Stifel. Namun demikian saat itu istilah eksponen hanya digunakan untuk bilangan dasar 2. Jadi istilah eksponen 3 berarti 23 yang bernilai 8. Ini jelas agak berbeda dengan konsep eksponen yang saat ini kita pakai.

Kemunculan awal eksponen memang belum jelas pastinya. Meskipun tidak 100% benar banyak yang menyebutkan sistem pangkat atau eksponen ini sudah ada sejak jaman Babilonia. Pada abad 23 sebelum masehi Masyarakat Babel di sekitar wilayah Mesopotamia telah mengenal pengkuadratan dalam sistem penanggalan mereka.

Konsep eksponen di zaman modern agak berbeda dari konsep Stifel atau dari masyarakat Babel. Eksponen sekarang digunakan untuk menentukan berapa kali bilangan tersebut dikalikan dengan ia sendiri. Dengan adanya eksponen anda tidak perlu lagi menuliskan 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x, anda cukup menulis 310 .

Sumber : rumushitung.com/2014/08/13/sejarah-penemuan-eksponen/

Sejarah Logaritma

Sebenarnya, sebelum penemuan logaritma, orang telah lebih dulu menggunakan gagasan yang mendasari penelitian ilmu logaritma yaitu prosthaphaeresis , perubahan proses pembagian dan perkalian kepada penambahan dan pengurangan. Orang pertama yang memulai gagasan ini adalah Ibnu Yunus As-Sadafi al-Misri (950-1009) yang sezaman dengan tokoh optik dan geometri, Al-Haytsam atau Al-Hazen (965-1039), karena penemuannya terhadap hukum yang kemudian dikenal sebagai “Hukum Ibnu Yunus”, yaitu 2.cos x. cos y = cos (x + y) + cos (x – y). Aturan serupa juga digunakan oleh Viéte, Werner, Pitiscus, dan Tycho Brahe. Lalu bagaimana Logaritma ditemukan ?

Logaritma ditemukan di awal tahun 1600 oleh John Napier (1550-1617) dan Joost Bürgi (1552-1632), walaupun banyak yang mengatakan Napier adalah perintis yang sebenarnya. Napier sendiri menghabiskan waktu sekitar 20 tahun sebelum menemukan ide logaritma tersebut dengan menerbitkan karyanya, Descriptio (lengkapnya Minifici Logarithmorum Canonis Descriptio) tahun 1614.
Bürgi di lain pihak, mempublikasikan Progress-Tabulen (lengkapnya Arithmetische und geometrische Progress-Tabulen) tahun 1620, walaupun penemuannya itu berasal dari tahun 1588. Hal ini diketahui melalui sebuah surat dari seorang astronom Reimanus Ursus Dithmarus yang menjelaskan tentang metode Bürgi dalam menyederhanakan perhitungan matematis lewat penggunaan cara yang kini disebut logaritma.
Walaupun demikian, pada prinsipnya kedua logaritma yang mereka temukan sama, yang berbeda hanya pendekatannya. Bila Napier lewat pendekatan aljabar, maka Bürgi menggunakan pendekatan geometris.
Sementara ide pekerjaan Napier dapat dijelaskan secara sederhana. Untuk membuat setiap suku pada deret geometri menjadi sangat dekat, kita tentunya memilih bilangan yang mendekati satu. Napier memilih bilangan 1 – 10-7 (atau 0,9999999), sehingga tiap suku adalah (1 – 10 -7 ) L . Kemudian untuk mendapatkan nilai desimal, setiap suku ia kalikan dengan 107 . Nah, jika N = 10 7 (1 – 10 -7)L maka L disebutnya sebagai logaritma dari bilangan N.
Kata logaritma berasal dari kata logos (perbandingan) dan arithmos (bilangan). Sebelumnya, ia menyebutnya dengan “artifisial numbers” (bilangan buatan). Perhatikan bahwa logaritma Napier tidaklah sama dengan logaritma yang kita gunakan sekarang.
Sebagai misal, bila logaritma modern menyatakan log ab = log a + log b atau ab = 10log a + log b maka Logaritma Napier menyatakan N1.N2/10 7 = 107 . (1 – 10 -7 ) L1 + L2 . Jadi, logaritma dari Napier untuk penjumlahan tidak menyatakan N1.N2 melainkan N1.N2/10 7 . Logaritma Napier dapat kita dekati menjadi logaritma modern, bila bilangan logaritma dan bilangan N kita bagi dengan 10 7. Maka akan kita peroleh logaritma modern, tetapi dengan basis mendekati 1/e .
Sedikit berbeda dengan logaritma Napier, Logaritma Bürgi memiliki bentuk N = 108 (1 + 10-4 )L , dengan tabel dinyatakan dalam bentuk 10L . Burgi menyebut bilangan L sebagai bilangan “merah” (“ red” numbers) dan bilangan N sebagai bilangan “hitam ” (“black ” numbers ).
Henry Briggs (1561-1631), seorang profesor geometri di Oxford, mendiskusikan masalah logaritma bersama Napier dan menyarankan metodenya sendiri. Ia melihat, seharusnya log(1) = 0 dan log(10) = 1. Briggs lalu membuat tabel logaritma dengan menggunakan syarat yang ia buat tadi. Sehingga ia dapatkan log(101/2 ) = log(3,1622277) = 0,500000. Briggs lalu mempublikasi tabel logaritma dari 1 hingga 1000 dalam Logarithmorum chilias prima (tahun 1617).
Tahun 1624, ia mempublikasikan lagi tabel dengan bilangan hingga 100.000 dalam Arithmetica logarithmica . Keduanya hingga ketelitian 14 desimal, tetapi tabel pertama mengandung beberapa entri yang tidak tepat. Dari buku tabel kedua itulah, mulai digunakan istilah “mantissa” dan “characteristic”.

Sumber : lestarinurma.blogspot.com/2013/04/sejarah-logaritma_28.html?m=1

Sejarah Aljabar

Mulai di Mesir kuno dan Babilonia , dimana orang belajar untuk memecahkan linear (ax = b) dan kuadrat (ax2 + bx = c) persamaan, dan persamaan yang tak tentu seperti x2 + y2 = z2, dimana diketahui beberapa yang terlibat. Orang-orang Babel kuno terpecahkan sewenang-wenang persamaan kuadrat dengan dasarnya prosedur yang sama diajarkan hari ini. Mereka juga bisa memecahkan beberapa persamaan tak tentu.

The Alexandria matematikawan Hero dari Alexandria dan Diophantus melanjutkan tradisi Mesir dan Babel, tetapi Diophantus ‘s buku Arithmetica berada pada tingkat yang jauh lebih tinggi dan memberikan solusi mengejutkan banyak persamaan tak tentu sulit. Pengetahuan kuno solusi dari persamaan pada gilirannya menemukan rumah awal di dunia Islam, di mana ia dikenal sebagai “ilmu restorasi dan balancing.” (Kata Arab untuk restorasi, al-jabru, adalah akar dari aljabar kata.) Dalam abad ke-9, matematikawan Arab al-Khwarizmi menulis satu dari algebras Arab pertama, uraian sistematis dari teori dasar persamaan, dengan kedua contoh dan bukti. Pada akhir abad 9, ahli matematika Mesir Abu Kamil telah menyatakan dan membuktikan hukum dasar dan identitas dari aljabar dan memecahkan masalah rumit seperti menemukan x, y, dan z sehingga x +
y + z = 10, x2 + y2 = z2, dan xz = y2.

Peradaban kuno menuliskan ekspresi aljabar dengan hanya menggunakan singkatan sesekali, tetapi oleh ahli matematika abad pertengahan Islam mampu berbicara tentang kekuasaan sewenang-wenang tinggi dari x tidak diketahui, dan bekerja di luar aljabar dasar polinomial (tanpa belum menggunakan simbolisme modern). Ini termasuk kemampuan untuk mengalikan, membagi, dan menemukan akar kuadrat dari polinomial serta pengetahuan dari teorema binomial. Matematikawan Persia, astronom, dan penyair Omar Khayyam menunjukkan bagaimana mengekspresikan akar persamaan kubik dengan segmen garis diperoleh berpotongan bagian berbentuk kerucut , tetapi ia tidak dapat menemukan formula untuk akar. Sebuah terjemahan Latin dari Aljabar Al-Khwarizmi muncul di abad ke-12. Pada abad ke-13 awal, Italia besar matematika Leonardo Fibonacci mencapai pendekatan yang dekat dengan solusi dari persamaan kubik x3 + 2x2 + cx = d. Karena Fibonacci telah melakukan perjalanan di wilayah Islam, ia mungkin digunakan metode Arab dari aproksimasi.

Pada awal abad ke-16, matematikawan Italia Scipione del Ferro , Niccolò Tartaglia , dan Gerolamo Cardano memecahkan persamaan kubik umum dalam hal konstanta muncul dalam persamaan. Murid Cardano itu, Ludovico Ferrari, segera menemukan solusi yang tepat untuk persamaan derajat keempat (lihat
persamaan quartic ), dan sebagai hasilnya, matematikawan untuk beberapa abad berikutnya berusaha mencari formula untuk akar persamaan derajat lima, atau lebih tinggi . Pada awal abad ke-19, bagaimanapun, matematikawan Norwegia
Niels Abel dan matematikawan Perancis
Evariste Galois membuktikan bahwa ada rumus seperti itu tidak ada.

Sebuah perkembangan penting dalam aljabar pada abad 16 adalah pengenalan simbol untuk diketahui dan untuk kekuatan aljabar dan operasi. Sebagai hasil dari perkembangan ini, Buku III dari La géométrie (1637), yang ditulis oleh filsuf Perancis dan matematikawan Rene
Descartes , terlihat seperti sebuah teks aljabar modern. Kontribusi Descartes yang paling signifikan untuk matematika, bagaimanapun, adalah penemuan analisis geometri , yang mengurangi solusi dari masalah geometri untuk solusi yang aljabar. Teks geometri Nya juga terkandung esensi kursus pada teori persamaan , termasuk apa yang disebut pemerintahannya tanda-tanda untuk menghitung jumlah apa Descartes disebut akar “benar” (positif) dan “palsu” (negatif) dari suatu persamaan . Bekerja terus berlanjut sampai abad ke-18 pada teori persamaan, tetapi tidak sampai 1799 adalah bukti diterbitkan, oleh matematikawan Jerman Carl Friedrich Gauss , menunjukkan bahwa setiap persamaan polinomial memiliki setidaknya satu akar dalam bidang kompleks (lihat Nomor: Bilangan Kompleks ) .

Pada saat Gauss, aljabar telah memasuki fase modern. Perhatian bergeser dari memecahkan persamaan polinomial untuk mempelajari struktur dari sistem matematika abstrak yang aksioma didasarkan pada perilaku objek matematika, seperti bilangan kompleks , yang hebat matematika yang dihadapi ketika mempelajari persamaan polinomial. Dua contoh dari sistem tersebut adalah kelompok aljabar (lihat Group) dan quaternions , yang berbagi beberapa dari sifat-sifat sistem bilangan tetapi juga meninggalkan mereka dalam cara yang penting. Grup dimulai sebagai sistem permutasi dan kombinasi dari akar polinomial, tetapi mereka menjadi salah satu konsep pemersatu kepala abad ke-19 matematika. Kontribusi penting untuk studi mereka dibuat oleh Galois matematikawan Perancis dan Augustin Cauchy , matematikawan Inggris Arthur Cayley, dan matematikawan Norwegia Niels Abel dan Sophus Lie. Quaternions ditemukan oleh matematikawan dan astronom Inggris William Rowan Hamilton , yang memperpanjang aritmatika kompleks nomor ke quaternions sementara bilangan kompleks adalah dari bentuk a + bi, quaternions adalah dari bentuk a + bi + cj + dk.

Segera setelah penemuan Hamilton, matematikawan Jerman Hermann Grassmann mulai menyelidiki vektor. Meskipun karakter abstrak, Amerika fisikawan JW Gibbs diakui dalam aljabar vektor sistem utilitas besar bagi fisikawan, seperti Hamilton mengakui kegunaan quaternions. Pengaruh luas dari pendekatan abstrak dipimpin George Boole untuk menulis Hukum Pemikiran (1854), pengobatan aljabar dasar logika . Sejak saat itu, aljabar-juga modern disebut aljabar abstrak -terus berkembang. Hasil baru yang penting telah ditemukan, dan subjek telah menemukan aplikasi di semua cabang matematika dan dalam banyak ilmu juga.

Aljabar (Algebra) adalah cabang matematika yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas. Untuk mempelajari hal-hal ini dalam aljabar digunakan simbol (biasanya berupa huruf) untuk merepresentasikan bilangan secara umum sebagai sarana penyederhanaan dan alat bantu memecahkan masalah. Contohnya, x mewakili bilangan yang diketahui dan y bilangan yang ingin diketahui. Sehingga bila Andi mempunyai x buku dan kemudian Budi mempunyai 3 buku lebih banyak daripada Andi, maka dalam aljabar, buku Budi dapat ditulis sebagai y = x + 3. Dengan menggunakan aljabar, Anda dapat menyelidiki pola aturan aturan bilangan umumnya. Aljabar dapat diasumsikan dengan cara memandang benda dari atas, sehingga kita dapat menemukan pola umumnya.

Aljabar telah digunakan matematikawan sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Sejarah mencatat penggunaan aljabar telah dilakukan bangsa Mesopotamia pada 3.500 tahun yang lalu. Nama Aljabar berasal dari kitab yang ditulis pada tahun 830 oleh Matematikawan Persia Muhammad ibn Musa al-Kwarizmi dengan judul ‘Al-Kitab al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti “The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing”), yang menerapkan operasi simbolik untuk mencari solusi secara sistematik terhadap persamaan linier dan kuadratik. Salah satu muridnya, Omar Khayyam menerjemahkan hasil karya Al-Khwarizmi ke bahasa Eropa. Beberapa abad yang lalu, ilmuwan dan matematikawan Inggris, Isaac Newton (1642-17 27) menunjukkan, kelakuan sesuatu di alam dapat dijelaskan dengan aturan atau rumus matematika yang melibatkan aljabar, yang dikenal sebagai Rumus Gravitasi Newton.

Aljabar bersama-sama dengan Geometri, Analisis dan Teori Bilangan adalah cabang-cabang utama dalam Matematika. Aljabar Elementer merupakan bagian dari kurikulun dalam sekolah menengah dan menyediakan landasan bagi ide-ide dasar untuk Ajabar secara keseluruhan, meliputi sifat-sifat penambahan dan perkalian bilangan, konsep variabel, definisi polinom, faktorisasi dan menentukan akar pangkat.

Sekarang ini istilah Aljabar mempunyai makna lebih luas daripada sekedar Aljabar Elementer, yaitu meliputi Ajabar Abstrak, Aljabar Linier dan sebagainya. Seperti dijelaskan di atas dalam aljabar, kita tidak bekerja secara langsung dengan bilangan melainkan bekerja dengan menggunakan simbol, variabel dan elemen-elemen himpunan. Sebagai contoh Penambahan dan Perkalian dipandang sebagai operasi secara umum dan definisi ini menuju pada struktur bilangan seperti Grup, Ring, dan Medan (fields).
Sumber : https://chabyeofmath.wordpress.com/sejarah-aljabar/

Sejarah Tanda akar ( √ )

Tanda Akar ( √ )

Mencari panjang sisi sebuah segi tiga siku-siku dengan menggunakan rumus Pythagoras seringkali mempertemukan kita dengan bilangan akar yang tidak dapat dihindari. Segitiga siku-siku dengan panjang kedua sisi “pendeknya” 5 dan 7, maka kuadrat sisi panjang adalah 74. Tentunya sisi panjang adalah √74. Barangkan bujur sangkar dengan sisi 1, maka diagonal bujur sangkar adalah √. Mengapa bentuk notasi akar demikian dan siapa pencetusnya?

Kisah
Pada abad 16, matematikawan Italia menggunakan istilah lato (artinya “sisi”) yang terkadang diartikan dengan akar karena sisi tersebut tidak diketahui panjangnya. Istilah ini kemudian diambil untuk menghitung panjang sisi dari suatu bujur sangkar dan bilangan kuadrat disebut dengan lato cubico.

Bombelli menggunakan terminologi dengan menggunakan simbol R., artinya radix, namun mirip dengan simbol universal yang biasa digunakan dokter dalam menulis resep. Oleh karena itu, Bombelli kemudian menggantinya dengan simbol R.q. (radice quarata), sehingga akar kuadrat untuk 2 ditulis dengan notasi R.q.2 dan akar kubik untuk 2 ditulis dengan notasi R.c. 2 (radice cubica). Simbol-simbol di atas mulai digunakan Bombelli dalam buku karyanya yang terkenal L’Algebra.

Menulis notasi akar dengan R.q. atau R.c. ternyata merepotkan dan tidak praktis sehingga dibuat dengan menuliskan dalam bentuk r (huruf r kecil). Apa yang terjadi kemudian? Penulisan notasi dengan r ini jika ditulis oleh tangan (bukan mesin ketik) – terlebih tulisan orang tersebut jelak, maka yang muncul adalah bentuk yang tidak lazim.

Lama kelamaan huruf r kecil yang beragam ini diberi bentuk baku yaitu bentuk seperti yang kita kenal sekarang ini,√.

Sumber : pakagus33.blogspot.com/2012/09/tanda-akar.html?m=1

Sejarah Angka Nol

Angka Nol

Al-Khawarizmi dikenal sebagai bapak Aljabar memperkenalkan bilangan nol (0), dan penerjemah karya-karya Yunani Kuno. Kisah angka nol Konsep bilangan nol telah berkembang sejak zaman Babilonia dan Yunani Kuno, yang pada saat itu diartikan sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah tetap, demikian pula sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini tetap harus sangat dihargai untuk ukuran saat itu.

Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India) yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Al-Khawarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan decimal. Selain itu Al Khawarizmi merupakan penulis kitab aljabar (matematika) pertama di muka bumi. Beliau juga seorang ilmuan jenius pada masa keemasan Baghdad yang sangat besar sumbangsihnya terhadap ilmu aljabar dan aritmetika. Karyanya, Kitab Aljabr Wal Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama kalinya dalam sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk disiplin ilmu. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal tersebut. Karangan itu sangat populer di negara-negara barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia. Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan barat dari karangan Al-Khawarizmi adalah tentang persamaan kuadrat. Sumbangan Al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.

Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebenarnya banyak mengacu pada tulisan mengenai aljabar yang disusun oleh Diophantus (250 SM) dari Yunani. Namun, dalam meneliti buku-buku aljabar tersebut, al-Khawarizmi menemukan beberapa kesalahan dan permasalahan yang masih kabur. Kesalahan dan permasalahan itu diperbaiki, dijelaskan, dan dikembangkan oleh al-Khawarizmi dalam karya-karya aljabarnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki ”Bapak Aljabar.”Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Namun, beberapa sarjana matematika Barat, seperti John Napier (1550–1617) dan Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan itu merupakan hasil pemikiran mereka. Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian itu dilakukan di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa yang dapat dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku tentang penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.

Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan Aljabar yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang pernah ada sebelumnya. Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya al-Khawarizmi dibanding karya para penulis pada Abad Pertengahan. Masyarakat modern saat ini berutang budi kepada al-Khawarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa. Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar merupakan salah satu karya Islam di dunia Internasional.

Implikasi:

Berkat penemuan angka nol, maka dunia matematika dijaman sekarang semakin maju, misalnya dengan ditemokan berbagai rumus seperti rumus sinus, cosinu, tangent ataupun rumus trigonometi. Selain dalam dunia matematika penemuan angka nol ternyata sangat mempengaruhi dunia tegnologi khususnya computer/ digital yaitu ditemukannya gerbang logika dan kode ASCII.

Gerbang logika atau sering juga disebut gerbang logika Boolean merupakan sebuah sistem pemrosesan dasar yang dapat memproses input-input yang berupa bilangan biner menjadi sebuah output yang berkondisi yang akhirnya digunakan untuk proses selanjutnya. Gerbang logika dapat mengkondisikan input – input yang masuk kemudian menjadikannya sebuah output yang sesuai dengan apa yang ditentukan olehnya. Terdapat tiga gerbang logika dasar, yaitu : gerbang AND, gerbang OR, gerbang NOT. Ketiga gerbang ini menghasilkan empat gerbang berikutnya, yaitu : gerbang NAND, gerbang NOR, gerbang XOR, gerbang XAND.

Rangkaian aritmatika dasar termasuk kedalam rangkaian kombinasional yaitu suatu rangkaian yang outputnya tidak tergantung pada kondisi output.
Sebelumnya, hanya tergantung pada present state dari input. Dari gerbang logika tersebut bisa dikembangkan menjadi berbagai macam tegnologi mulai dari teknologi sederhana seperti stopwatch, jam, hingga dunia internet, satelit, pesawat terbang, dan sebagainya. Semua itu tidak akan luput dari peran serta gerbang-gerbang logika ini.

Angka nol juga berperan dalam ditemukannyan kode ASCII, yaitu kode Standar Amerika untuk Pertukaran Informasi atau ASCII (American Standard Code for Information Interchange) merupakan suatu standar internasional dalam kode huruf dan simbol seperti Hex dan Unicode tetapi ASCII lebih bersifat universal, contohnya 124 adalah untuk karakter “|”. Ia selalu digunakan oleh komputer dan alat komunikasi lain untuk menunjukkan teks. Kode ASCII sebenarnya memiliki komposisi bilangan biner sebanyak 8 bit. Dimulai dari 0000 0000 hingga 1111 1111. Total kombinasi yang dihasilkan sebanyak 256, dimulai dari kode 0 hingga 255 dalam sistem bilangan Desimal

(ASCII)American Standard Code for Internation Interchange. Biasanya disingkat dengan ASCII. Suatu kode skema yang menggunakan 7 atau 8 bit, yang memberikan lambang sebanyak 256 jenis karakter. Di dalam karakter-karakter ini, telah termasuk di dalamnya huruf, angka, lambang-lambang khusus, kode kontrol perintah, serta kode lainnya. ASCII ini didevelop pada tahun 1968, yang merupakan standar untuk transmisi data antara software dan hardware. ASCII ini digunakan dalam dikebanyakan komputer mini, dan di seluruh komputer pribadi. Standar yang berlaku di seluruh dunia untuk kode berupa angka yang merepresentasikan karakter-karakter, baik huruf, angka, maupun simbol yang digunakan oleh komputer. Terdapat 128 karakter standar ASCII yang masing-masing direpresentasikan oleh tujuh digit bilangan biner mulai dari 0000000 hingga 1111111.

Format yang banyak digunakan untuk file teks di dalam dunia komputer dan internet. Di dalam file ASCII, masing-masing alphabetic, numeric, atau karakter khusus direpresentasikan dalam 7-bit bilangan biner (kumpulan dari nol atau satu sebanyak tujuh angka). Karakter dalam kode ASCII dibagi dalam beberapa group yaitu : control character, angka, huruf besar, huruf kecil, dan tanda baca (pada tabel tidak begitu jelas). Control-character ini sering disebut sebagai non-printable-character, yaitu karakter yang dikirim sebagai tahap awal (pengenalan) dalam berbagai kegunaan komunikasi data, misalnya sebelum informasi dikirim dari PC ke printer.

Dengan kumpulan bit ini terdapat sebanyak 128 character yang bisa didefinisikan. Sistem operasi berbasis Unix dan DOS menggunakan ASCII untuk file teks, sedangkan Windows NT dan 2000 menggunakan kode yang lebih baru yang dikenal dengan istilah unicode. Sistem yang dikeluarkan oleh IBM menggunakan data yang dibentuk dari 8 bit, yang disebut dengan EBCDIC.

Sumber : https://teguuuh.wordpress.com/sejarah-ipa/sejarah-angka-nol/